Kasus perjudian online (judol) berskala besar kembali terbongkar. Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil menetapkan 22 orang tersangka dalam pengungkapan jaringan judi online yang melibatkan ribuan pemain. Lebih mengejutkan lagi, dari hasil penyelidikan, polisi menemukan adanya keterlibatan seorang oknum pegawai di lembaga Komunikasi Digital (Komdigi) yang seharusnya berperan dalam pengawasan sistem teknologi informasi.
Terungkap dari Laporan Masyarakat
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait situs judi online yang beroperasi secara masif dengan menyasar kalangan muda. Situs tersebut memanfaatkan iklan digital dan media sosial untuk menarik pemain dengan iming-iming keuntungan besar.
Polisi kemudian melakukan patroli siber, hingga akhirnya berhasil melacak server, rekening penampungan, dan akun media sosial yang digunakan untuk mempromosikan situs judi tersebut. Dari hasil operasi, tim menemukan adanya aliran dana miliaran rupiah setiap bulannya.
“Dari pengungkapan ini, kami telah mengamankan 22 orang pelaku dengan peran berbeda-beda, mulai dari bandar, admin, hingga pengelola keuangan. Salah satunya adalah oknum pegawai di Komdigi,” ungkap Dirtipidsiber Bareskrim Polri dalam konferensi pers.
Oknum Komdigi Diduga Bantu Jaringan Judi Online
Keterlibatan oknum Komdigi ini menjadi perhatian khusus. Ia diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan memberikan akses serta perlindungan terhadap jaringan situs judi agar tidak mudah terblokir. Dengan posisinya, ia disebut mengetahui cara mengakali sistem pemblokiran domain sehingga situs bisa kembali aktif dengan alamat baru dalam hitungan jam.
“Ini yang membuat jaringan judi online tetap bertahan meski sudah berkali-kali dilakukan pemblokiran. Oknum ini memanfaatkan posisinya untuk memberikan keuntungan kepada pelaku,” jelas polisi.
Kementerian Komunikasi Digital sendiri telah angkat bicara. Melalui juru bicaranya, pihak kementerian menegaskan akan mendukung penuh proses hukum yang berjalan. “Kami tidak akan mentolerir pelanggaran hukum, terlebih jika dilakukan oleh aparatur kami. Jika terbukti bersalah, yang bersangkutan akan diberhentikan secara tidak hormat,” tegasnya.
Modus Operandi Jaringan
Dari hasil pemeriksaan, jaringan ini bekerja dengan sistem terstruktur. Para tersangka terbagi dalam beberapa peran:
- Bandar utama, yang mengatur jalannya permainan dan keuntungan.
- Admin situs, yang bertugas mengelola website, promosi, serta melayani pemain.
- Pengelola keuangan, yang mengatur aliran dana melalui rekening penampungan dan dompet digital.
- Tim teknis, yang bertugas memastikan situs tetap aktif meskipun diblokir.
Polisi menyebut jaringan ini tidak hanya beroperasi di Indonesia, tetapi juga memiliki koneksi ke luar negeri.
Barang Bukti dan Aliran Dana
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti penting. Di antaranya:
- 45 unit telepon genggam dan laptop,
- ratusan kartu ATM,
- 32 buku tabungan,
- serta uang tunai ratusan juta rupiah yang diduga hasil judi.
Polisi juga menelusuri aliran dana yang mencapai lebih dari Rp 500 miliar dalam setahun terakhir. Uang tersebut diduga sebagian besar mengalir ke bandar di luar negeri, sementara sisanya digunakan untuk membayar admin dan promosi.
Ancaman Hukuman Berat
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 303 KUHP tentang Perjudian dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya mencapai 10 tahun penjara serta denda miliaran rupiah.
“Kami akan memproses kasus ini secara tuntas, termasuk menelusuri siapa saja pihak yang terlibat. Tidak ada yang kebal hukum,” ujar Dirtipidsiber.
Reaksi Publik
Kasus ini menuai reaksi keras dari masyarakat. Banyak pihak mengecam keterlibatan oknum aparat dalam praktik ilegal. “Judi online sudah jadi masalah serius, merusak generasi muda, dan merugikan banyak keluarga. Kalau aparatur justru ikut terlibat, ini tanda bahaya,” kata seorang aktivis anti-judol.
Pengamat hukum menilai kasus ini bisa menjadi momentum penting untuk membersihkan praktik judi online secara menyeluruh. “Keterlibatan aparatur menunjukkan bahwa perang melawan judi online tidak cukup hanya memblokir situs, tapi juga harus menyentuh oknum-oknum yang bermain di belakang layar,” ujarnya.
Penutup
Penetapan 22 tersangka dalam kasus judi online yang melibatkan oknum Komdigi menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Perjudian digital bukan hanya bisnis ilegal, tetapi juga jaringan yang melibatkan banyak pihak dengan keuntungan besar. Masyarakat berharap proses hukum berjalan transparan dan memberikan efek jera, terutama bagi pelaku yang memiliki posisi strategis di pemerintahan.